Tugu Juang Siliwangi

Tugu Juang Siliwangi yang Terlupakan di Bandung Selatan

Tugu Juang Siliwangi, Saksi bisu perjuangan masyarakat Bandung Selatan kini terlantar di tengah hiruk-pikuknya kehidupan masyarakat Bandung Selatan. Saksi bisu tersebut adalah Tugu Juang Siliwangi, Baleendah, Kabupaten Bandung.

Monumen ini di resmikan Gubernur Jawa Barat Aang Kunaefi dan Letnan Jenderal TNI Raden Himawan Soetanto pada 20 Mei 1975. Bangunan yang di dirikan bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional itu, di buat untuk mengenang para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

Namun saat ini, banyak sampah di area sekitar, coret-coretan di dinding monumen, tingginya semak belukar yang menutupi monumen, hingga oknum-oknum yang sering menaiki area patung pejuang.

Baca berita jawa barat lainnya hanya di https://gmfkppijabar.com/

Bangunan setinggi 20 meter ini, mempunyai simbol kujang di atasnya. Menurut budaya Indonesia, kujang merupakan senjata tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Dalam hal ini, Tugu Juang Siliwangi mempunyai nilai sakral akan peristiwa pada saat itu.

Di bawah menjulangnya tugu ini, terdapat lima patung tanpa identitas yang mengenakan pakaian pejuang. Kelima patung tersebut menghadap ke Jalan Dipatiukur dan di salah satu patungnya menunjuk ke arah Dayeuhkolot. Hal tersebut di duga isyarat bahwa terdapat Tugu Toha yang berkaitan dengan Tugu Juang Siliwangi. Lokasinya berada di ujung jalan kawasan Dayeuhkolot, tepatnya di sebelah markas Zeni Tempur (Zipur) 3/Yudha Wyogrha.

Kondisi Terkini

Kini kondisi kelima patung tersebut memprihatinkan, terdapat bagian-bagian patung yang hilang, seperti tangan dan kepala patung yang tidak sempurna. Tugu juga di kelilingi semak belukar, sampah yang berserakan, cat yang sudah memudar, serta air kolam yang sudah menguning.

“Tugu ini juga tidak ada yang menjaga, sehingga orang bisa keluar masuk dengan bebas, sampai-sampai banyak di jadikan tempat yang tidak-tidak,” ujar Elsa (21), warga setempat saat di wawancara.

Monumen ini di sokong oleh delapan pilar yang memiliki relief tentang cerita para pejuang yang bertarung melawan penjajah. Namun, terdapat coretan-coretan yang menghiasi pilar tersebut.

Di tengah pilar tersebut terdapat prasasti yang bertuliskan “Demi untuk mengenang dan menghargai perjuangan 45 serta mewarisi nilai-nilai 45 kepada generasi penerus guna menjiwai perjuangan mencapai tujuan bangsa. Maka di bangunlah Monumen Perjuangan 45 ini, Bale Endah 1974”.

Monumen ini mengalami banyak perubahan dari bentuk aslinya. Namun hal tersebut tetap di sayangkan oleh para warga lokal dan saksi sejarah karena pemugaran mengurangi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

“Kondisi Tugu Juang Siliwangi banyak mengalami perubahan setelah di pugar, di bilang bagus tidak, tapi tidak enak di lihat, mendingan di tahun 1970, tugunya masih asli dan kental akan perjuangan di zaman dahulu,” Ujar Hari, saksi sejarah Tugu Juang Siliwangi yang lahir dari keluarga pejuang di zaman dahulu dalam wawancara.

Hari juga menjelaskan bahwa tugu perjuangan ini merupakan napak tilas para pejuang zaman dahulu saat terjadi ledakan di Gudang Mesiu yang berlari ke gunung untuk bertahan hidup.

Kurangnya Kesadaran Masyarakat Setempat

Hari sendiri mengesalkan Tugu Juang Siliwangi ini kurang di pelihara oleh masyarakat setempat. “Apalah daya di bangunnya tugu, jika tidak di pelihara baik. Tidak sampai arti – arti perjuangan di dalamnya,” kata Hari.

Keprihatinan juga di sampaikan Feryono (54), warga setempat yang lahir dan besar di Baleendah. “Tugu itu kan ikon, harusnya pembangunan di buat seindah mungkin. Mulai dari penerangan, di buat taman indah di belakangnya, agar orang tahu bahwa ini adalah tugu perjuangan. Seringkali ada yang COD-an bertanya dimana Tugu Juang, padahal mereka sedang menginjakkan kaki di Tugu Juang, miris sekali,” Ujar Feryono (54) dalam wawancara.

Menurut Feryono, ketidaktahuan tersebut di karenakan bangunan Tugu Juang Siliwangi tidak di buat semegah mungkin, sehingga generasi muda tidak tahu sejarah di baliknya.

Generasi mudah seringkali di kritik karena kurang mengenal dan menghargai sejarah. Mereka hidup di era informasi yang cepat dan cenderung fokus pada hal-hal yang bersifat instan dan sementara. Dalam dunia yang penuh dengan teknologi dan hiburan, sejarah sering kali di abaikan atau di anggap tidak relevan.

Menurut Elsa (21), selaku warga setempat yang tinggal di sekitar Tugu Juang Siliwangi, merakan keprihatinan monumen perjuangan tersebut yang sudah tidak terawat. “Saya tidak banyak mengetahui mengenai sejarah di balik di bangunnya Tugu Juang Siliwangi, tetapi saya melihat tugu tersebut banyak sampah, di tempati gelandangan, dan sesekali ramai di hari Minggu karena ada Pasar Minggu,” tuturnya.

Kilas Balik Tugu Juang Siliwangi

Di urutkan sejarahnya, adanya Tugu Juang Siliwangi berhubungan dengan terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api. Menurut pengamat sejarah, Drs. Andi Suwirta, M.Hum. Menurutkan bahwa pada masa revolusi, musuh Indonesia bukan hanya Belanda, tetapi tentara sekutu dari negara Inggris.

Tentara sekutu menduduki kota-kota besar di Indonesia, salah satunya Kota Bandung. Pada masa itu, kebijakan politik pemerintah pusat mengharuskan Kota Bandung untuk melakukan diplomasi dengan sekutu, dengan membantu tugas tentara sekutu untuk mengembalikan tentara Jepang yang kalah perang ke negaranya.

“Pada saat itu, tentara sekutu mengatakan bahwa mereka mendapatkan gangguan dari laskar-laskar, dari kekuatan-kekuatan yang nampaknya ingin mengajak perang. Karena itu, Bandung harus di kosongkan dari laskar-laskar atau para pemuda ekstrimis supaya mereka mau menyingkir ke luar Kota Bandung. Supaya Bandung menjadi kota yang aman karena tentara sekutu mau memulangkan tentara Jepang,” kata Drs. Andi Suwirta, M.Hum., dalam wawancaranya.

Andi Suwirta menjelaskan bahwa laskar-laskar, pemuda-pemuda dan tetara menolak kebijakan mengosongkan dan menyerahkan Bandung secara mentah-mentah kepada tentara sekutu. Sehingga di bakarlah Bandung yang mana hal tersebut di kenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api.

Peristiwa Agresi Militer I

“Dalam konteks ini, karena berpindahnya ke Bandung Selatan, maka di situlah Tentara Siliwangi dan kekuatan-kekuatan lain bermarkas atau mendirikan Tugu Juang Siliwangi. Tidak selesai di situ, pada bulan juli 1947 Jawa Barat di serbu kembali oleh tentara Belanda yang di sebut Agresi Militer I. Karena tentara kita tidak mampu mempertahankan, akhirnya setelah terjadi Perundingan Renville. Tentara kita harus hijrah atau pindah ke Yogyakarta yang di tempatkan di Solo,” Jelas Andi Suwirta.

Melihat kondisinya yang sekarang, arti perjuangan yang tecermin dalam monumen tersebut kian memudar, Andi menekankan bahwa hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah dan tentara Siliwangi itu sendiri untuk memugar, memelihara, dan merawat tugu tersebut.

“Tidak hanya membangun Tugu Juang, tetapi bagaimana Tugu Juang Siliwangi dapat menarik bagi generasi muda. Harus di padukan antara peninggalan-peninggalannya dengan daya tarik yang benar-benar dan dapat mendekatkan wawasan perjuangan tentara Siliwangi di masa kemerdekaan, tetapi juga di padukan dengan unsur lain, seperti hiburan, kuliner, dan pariwisata,” tegas Andi Suwirta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *